adsensense champ

Jumat, Desember 24, 2010

Kenapa Saya Selalu Onani?

Tanpa basa-basi. Jujur saja, dunia saya onani. Dalam banyak hal kehidupan saya. Anda boleh tidak setuju. Tapi begitulah dunia saya. Onani Onani Onani Onani Onani Onani dan terus Onani.
Apa itu onani?
Ah …. Anda kan sudah dewasa.
Terlalu luas jika saya tulis onani kehidupan saya. Tapi yang relevan di sini tentu onani saya di Kompasiana.
Sebagai seorang Kompasianer, bagi saya sudah cukup banyak saya menulis di sini. Hingga postingan ini saya tulis lebih kurang sudah sebanyak 400 tulisan. Dalam rentang waktu lebih kurang 3 bulan. Apa yang saya tulis? Meskipun cukup beragam tapi lebih dominan tentang agama.
Apakah saya berdakwah, layaknya seorang ustad? Tidak
Apakah saya ingin mencari pahala? Tidak
Apakah saya mencerdaskan orang, layaknya seorang dosen agama? Tidak
Apakah saya mencari pergaulan, layaknya seorang Facebooker? Tidak
Apakah saya ingin mencari pahala? Tidak
Apakah saya mencari popularitas? Tidak
Lalu apa?
Saya hanya onani.
Benar. Suer. Sungguh. Saya hanya onani.
Lihatlah keterangan pada panel profil saya. Tertulis di situ Penebar Ajaran Sesat. Itulah bukti bahwa saya tidak dalam rangka berdakwah dan mencari pahala. Tidak dalam rangka mencari nama baik dan popularitas (kata saya sih). Tulisan saya juga tidak beraturan. Menjungkirbalikan tata bahasa. Tidak mematahui kaidah penulisan ilmiah. Tidak banyak mengutip ini itu apalagi mencantumkan daftar pustaka. Tidak konsisten dengan apa yang saya anut. Tidak jelas visi misi, ajaran, keyakinan dan pemikiran yang saya usung. Mondar mandir ke sana kemari. Mulai bicara tentang iman, agama, Tuhan, Atheis, dan entah apa namanya saya tidak peduli. Mutar-mutar bolak-balik tanpa sistematika tema yang terstrukur saya tidak peduli.
Lalu apa yang saya dapatkan?
Apa respon publik?
Saya bagai di atas biduk arung jeram. Kadang saya melambung di apresiasi dan dipuji. Kadang saya diamuk gelombang kritik. Kadang saya ditikam badai caci maki. Dan kadang saya dijungkirbalikan dan dikeroyok habis sampai babak belur, baik secara terang-terangan maupun di pojok-pojok gosip Kompasiana.
Banyak sudah nasehat dan teguran yang saya terima. Agar saya merubah gaya menulis saya. Agar saya tidak menulis pandangan yang ekstrem lagi. Agar judul tulisan saya tidak kurang ajar lagi. Karena Kompasiana adalah media publik. Setiap tulisan yang diterbitkan akan dibaca oleh orang banyak. Apa jadinya tulisan-tulisan nyeleneh saya jika dibaca oleh banyak orang. Maka makin rusaklah negeri ini. Makin sakitlah rumah sehat kompasiana ini. Bahkan beberapa Kompasianer sudah bergerombol meloprkan saya ke admin. Agar saya dibumihanguskan dari Kompasinan ini.
Singkat kata, Setan Erianto Anas terkutuk harus dilemparkan ke nerakanya.
Terserah dimana tempatnya asal tidak di Kompasiana ini.
Lalu apa reaksi saya?
Apakah saya berubah?
Sama sekali tidak. Saya tetap onani. Saya tetap menulis dengan gaya saya sendiri. Dengan judul dan materi yang saya sukai sendiri. Dengan cara berpkir saya sendiri. Tidak bisa saya melayani keinginan orang lain. Tidak bisa saya menulis sesuatu yang tidak saya sukai. Tidak bisa saya berpikir seperti orang lain. Singkat kata, saya hanya melayani diri saya sendiri. Soal apa reaksi orang, apa penilaian orang, apa nilai yang pantas untuk saya, siapa yang akan setuju dengan saya, siapa yang akan mau berteman dengan saya, siapa yang akan jadi penggemar saya tidak pernah masuk dalam pikiran saya. Tidak pernah saya perhitungkan saat saya menulis.
Karena saya tidak ingin senggama. Saya tidak ingin melayani apa yang diinginkan dan disenangi orang lain. Saya hanya melayani diri saya sendiri. Dengan kecamuk inspirasi yang setiap saat gentayangan mengusik saya. Lalu saya muntahkan apa adanya di sini. Tanpa sortir tanpa filter.
Kepada Kopmasiana saya ucapkan terima kasih sambil membungkukan badan.
Yang selalu dan masih berkenan menampung setiap sampah onani saya.
Tapi kepada pembaca tulisan saya, saya tidak tahu apa yang harus saya ucapkan.
Saya kira cukup salam onani saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar